Perpustakaan Cinta 1


“Aisyah.” Panggil seorang gadis ke seorang gadis berambut panjang yang sedang berjalan membawa tumpukan buku. Aisyah berbalik dan tersenyum pada gadis yang memanggilnya tadi.
            “Hei, Chika.” Sapa Aisyah pada sahabatnya Chika, gadis yang memanggilnya tadi.
            “kamu kok belum pulang? Dan ini buku-buku apa?” tanya Chika.
            “ aku pulang nanti. Hari ini jadwalku buat jaga perpustakaan. Ini buku-buku baru buat perpustakaan. Kebetulan tadi Pak Agus minta tolong supaya di bawain sisa buku-buku baru ini. Yang lainnya udah ada di sana.” Jelas Aisyah.
            “ooh, gitu. Iya, ya, hari inikan hari rabu. Biasanya kan kamu jaga perpus tiap hari Senin, Rabu, Sabtu. Aku bantuin bawainnya ya? Kayaknya kamu keberatan bawainnya deh.” Tawar Chika.
            “nggak usah. Aku bisa bawainnya kok. Lagipula kamu bentar lagi mau ekskul tenis kan?” tolak Aisyah
            “udah, nggak papa kok. Lagi pula aku kan juga sekalian ke lapangan. Lapangan tenis kan dekat perpustakaan. Jadi sekalian aku kesana.” Balas Chika.
            “ya udah, deh. Makasih ya.” Aisyah akhirnya memberikan setengah buku yang dia bawa ke Chika. Mereka pun berjalan bersama menuju ke Perpustakaan.

            “ini taruh mana, syah?” tanya Chika.
            “taruh bawah meja itu aja. Nanti masih aku data dulu buku-bukunya.” Jawab Aisyah.
Chika menaruh buku-buku yang ia bawa ke tempat yang di tunjuk oleh Aisyah. Selesai menaruh buku, Chika memandang ke seluruh perpustakaan. Dia heran melihat seorang cowok yang duduk dekat jendela, tidak jauh dari tempat mereka. Cowok itu dari tadi melihat serius ke arah mereka dan tidak membaca buku di hadapannya. Sepertinya dia kenal dengan cowok itu tapi dia lupa pernah liat dimana.
“syah, kamu tau cowok itu nggak?” bisik Chika.
“cowok yang mana sih?” tanya Aisyah balik sambil menata buku yang sudah dibawa pak Agus tadi.
“itu cowok yang duduk di dekat jendela. Dari tadi kok ngeliatin kita terus ya?” sahut Chika penasaran.
Aisyah berbalik untuk melihat cowok yang dimaksud oleh Chika. Tiba-tiba cowok itu cepat-cepat memandang serius buku di mejanya. Chika merasa heran melihat kelakuan cowok itu. Sementara Aisyah juga agak merasa heran dan aneh melihat tingkah cowok itu, tetapi dia tidak terlalu peduli. Dia kembali sibuk membereskan buku-buku baru perpustakaan.
“aku nggak tau itu cowok siapa. Tetapi dia emang sering dateng kesini sejak 3 bulan yang lalu.”
“ohh.. Eh, ya udah. Aku duluan ya. Sori nggak bisa bantu kamu buat ngeberesin buku-buku ini. Habis kayaknya lathiannya udah mau di mulai tuh.” Kata Chika yang melongok keluar jendela melihat ekskul tenis akan segera dimulai.
“Oh, ya udah nggak papa kok. Lagipula ini juga hampir selesai beres-beresnya.”
“ya udah, aku duluan ya. Bye.”
“Bye.”
Chika meninggalkan perpustakaan dan berjalan menuju lapangan. Aisyah kembali melanjutkan membereskan buku-buku baru perpustakaan. Sedangkan cowok yang mereka bicarakan tadi memandang keluar jendela dan tidak menekuni bukunya lagi.
Selesai membereskan buku-buku baru, Aisyah meneliti buku-buku yang dikembalikan dan yang dipinjam oleh orang-orang. Saat merenggangkan otot-ototnya, tanpa sengaja Aisyah mmandang ke arah cowok itu. Dia melihat cowok itu saksama.
Sebenarnya Aisyah tahu cowok itu bernama Ilham. Ilham adalah cowok murid pindahan dari kelas 3-2 sejak 4 bualn yang lalu. Ilham sering datang kesini sejak 3 bulan yang lalu dan selalu duduk di kursi yang sekarang ia tempati. Akan tetapi tatapannya lebih lama terarah ke luar jendela sambil tersenyum dan tersipu malu. Aisyah berpikir mungkin Ilham sedang jatuh cinta dan dia kesini untuk memandangi orang yang disukainya.
Ilham mengangkat tangannya karena merasa silau. Karena merasa bahwa Ilham silau dengan sinar matahari, Aisyah berniat menutup korden jendela.
“tolong jangan di tutup kordennya.” Pinta Ilham sambil menengok ke arah Aisyah.
“eh, tenang aja. Jendela di sana nggak akan aku tutup kok. Tapi apa sinar mataharinya nggak bikin kamu silau?” Tanya Aisyah.
“iya, sih. Tapi dari sini aku bisa liat dia dengan jelas.” Jawab Ilham kembali memandang ke arah luar jendela.
Aisyah juga ikut memandang ke arah luar jendela. Di sana ada lapangan Tenis dan anggota Tenis yang sedang melakukan latian tenis.
“orang yang kamu sukai anggota klub tenis ya?” tanya Aisyah. Aisyah langsung menutup mulutnya.
“habisnya kamu sering tersenyum sambil melihat keluar jendela. Jadi kupikir kamu sedang mengamati orang yang kamu sukai itu.” Jelas Aisyah cepat-cepat. Muka Ilham merona malu mendengar penjelasan Aisyah
“a.ak..aku..” Aisyah jadi merasa nggak enak setelah mengatakan itu semua.
“kelihatannya menjijikan ya?” tanya Ilham malu.
“eh, maksudnya?” tanya Aisyah bingung. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“hanya bisa melihat orang yang disukai dari jauh dan tidak berani ngobrol langsung dengannya.” Ujar Ilham masih malu.
“ng,, nggak kok. Menurutku pasti senang rasanya, merasakan perasaan indah yang lain dari biasanya. Aku iri pada orang yang kamu sukai itu.” Kata Aisyah.
Mereka berdua langsung diam dengan pikiran mereka masing-masing. Aisyah langsung menyesal karena telah mengatakan yang seenaknya saja. Tetapi sebenarnya dia merasakan hal aneh karna ada cowok yang seperti itu merasa malu dan kaku dengan perasaannya.

Aisyah berjalan menuju ke perpustakaan dengan perasaan yang cemas dan khawatir. Dia takut Ilham tidak akan datang lagi setelah kemarin dia mengetahui tentang perasaannya. Saat memsuki perpus, dia lega karena Ilham ada di perpustakaan. Aisyah kembali melakukan tugasnya sebagai penjaga perpustakaan. Sesekali dia memperhatikan cowok itu tapi cepat-cepat dia mengalihkan perhatiannya.
“haah, aku ini kenapa sih? Dari tadi kok ngeliatin dia terus. Dia kan udah puna cewek ang di sukai. Haha, udahlah. Lebih baik aku kembaliin buku-buku in ke rak.” Gumam Aisah dalam hati.
Aisyah mengambil buku-buku yang akan dia kembalikan ke rak. Dia mengatur buku-buku dalam rak menurut jenis buku itu dan awal huruf judul buku. Saat akan mengembalikan buku di rak paling atas, Aisyah sedikit mengalami kesulitan. Dia mencoba men-jinjitkan kakinya agar lebih tinggi. Tetapi saat bukunya hampir masuk, buku itu jatuh dan mengenai kepala Aisyah.
“aduh..” Rintih Aisyah
“kamu nggak apa-apa?” tanya Ilham membuat Aisyah kaget.
“kalau mau naruh buku di rak atas kan harus pakai tangga.” Lanjut Ilham.
“ah, iya ya. Kenapa nggak kepikiran ya?” sahut Aisyah tertunduk malu.
Ilham mengambil buku yang di jatuhkan Aisyah dan berjalan mendekati Aisyah. “ini dimana? Di sini?” tanya Ilham sambil menaruh buku di tempat tadi Aisyah mau menaruh buku itu.
“iya. Makasih.” Jawab Aisyah.
Mereka saling memandang satu sama lain. Aisyah bersemu merah saat memandang wajah Ilham dan jantungnya berdetak kencang. Sementara Ilham terlihat biasa aja walaupun dia juga merasakan perasaan yang aneh. Aisyah cepat-cepat mengalihkan perhatiannya. Dia tidak mau Ilham mengetahui perasaannya yang sangat malu.
“aku bantu merapikan ya? Supaya cepat selesai.” Tawar Ilham. Dia mengambil buku yang di taruh Aisyah di lantai.
“eh, nggak usah. Lagi pula ini juga udah mau selesai kok. Lagi pula ini udah tanggung jawab ku dan aku juga gk mau ngerepotin kamu.” Tolak Aisyah
“nggak apa-apa kok. Lagi pula biar cepat selesai kalau di kerjakan berdua. Aku juga nggak terlalu repot dan masih senggang.” Sahut Ilham.
Ilham membantu Aisyah mengembalikan buku-buku perpustakaan di tempat yang benar. Perasaan aneh yang menghinggapi Aisyah tadi bertambah kuat. Jantungnya pun berdetak lebih cepat. Wajahnya bersemu merah karena malu. Saat Aisyah mengembalikan buku di rak, Ilham juga mengembalikan buku di rak yang sama hanya saja di bagian atas.
“permisi sebentar.” Pinta Ilham membuat kaget Aisyah. Perasaan yang menghinggapi Aisyah tadi bertambah kuat saja dan dia sama sekali tidak tau perasaan apa yang sedang ia rasakan.
“orang yang di sukai Ilham seperti apa?” tanya Aisyah tiba-tiba sambil memandangi Ilham. Dia segera menutup mulutnya dan merasa bersalah.
“hah?” Ilham bingung mendengar pertanyaan Aisyah
“anu, aku hanya penasaran. Karena kamu terlihat sangat menyukainya dan sering sekali melihat lewat jendela.” Aisyah mencoba menjelaskan maksudnya. Ilham hanya diam saja membuat Aisyah semakin bersalah dan salah tingkah.
“emm… ini memang bukan urusanku. Maaf lupakan saja pertanyaan aku tadi.” Aisyah meralat ucapannya dan kembali merapikan buku-bukunya.
“Dia anak kelas C.” jawab Ilham tiba-tiba sambil merapikan buku lagi.
“anak kelas C. Itukan kelas ku. Dia juga anak anggota ekskul Tenis. Anak kelas ku yang anggota ekskul Tenis kan?? Jangan-jangan…….. Chika” gumam Aisyah. Aisyah memandang ke arah Ilham. Ilham pun juga melihat ke arah Aisyah. Aisyah segera mengalihkan pandangannya karena wajahnya bersemu merah. Mereka tak berbicara lagi dan melanjutkan kegiatan mereka.

Keesokan harinya, Aisyah terus saja memikirkan soal Ilham. Dia juga bingung dengan perasaannya terhadap Ilham. Dia jadi tidak terlalu perhatian pada pelajaran dan terus aja memikirkan Ilham. Dia juga memikirkan kemungkinan siapa gadis yang di sukai sama Ilham.
“siapa sih yang sebenarnya yang disukai Ilham ya. Anak kelas ku dan masuk ekskul tenis? Hmm.. apakah maksudnya itu Chika ya? Dia kan anak ekskul Tenis juga. Lalu dulu sewaktu Chika ke perpus, Ilham juga nunjukin kalau dia suka sama Chika. Eh, tapi kenapa aku jadi mikirin Ilham ya? Kenapa juga aku harus ngerasa sakit hati dan cemburu? Cemburu? Haah, masa sih aku suka sama Ilham. Nggak mungkin ah.. nggak..nggak mungkin.. ah pusing aku.” Gumam Aisyah dalam hati. Dia terus memikirkan Ilham dan perasaannya terhadap Ilham.
“Azusa.. azusa.. hello.. kamu dengerin aku nggak sih?” panggil Chika karna Aisyah tidak mendengarkan ceritanya. Aisyah terlalu memikirkan Ilham serta perasaannya terhadap Ilham. Sampai-sampai dia tidak mendengarkan cerita Ilham.
“eh, tadi kamu cerita apa, Chik?” tanya Aisyah nggak enak hati.
“latihan kemarin berat sekali. Sampai-sampai tangan dan kakiku pegal sekali.” Keluh Chika.
“kan hampir pertandingan. Jadi pasti latihannya tambah berat. Udah semangat aja” nasehat Aisyah.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar