Pengagum Rahasia


            Hei, tampan
            Kau semakin tampan pagi ini
            Sehingga matahari merasa malu
            Ketika melihatmu..

Hei, tampan
Aku sangat senang
Walau hanya dapat memandangmu dari jauh
Pagi,, siang,, malam,,
Wajahmu selalu menghiasi benakku
Membuat rasa sukaku padamu bersemi di dalam hati

            Hei, tampan
            Tahukah kau, bahwa
            Aku sangat bahagia bisa berbicara dengamu
            Seakan-akan pelangi selalu menghiasi hariku
            Kau membuatku semakin mencintaimu

Oh, tampan
Tahukah kau, bahwa
Aku adalah
Penggemar rahasiamu
Yang mencitaimu sepenuh hatiku

SELESAI

                                                                                      By: Langit

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pengagum Rahasia


            Hei, tampan
            Kau semakin tampan pagi ini
            Sehingga matahari merasa malu
            Ketika melihatmu..

Hei, tampan
Aku sangat senang
Walau hanya dapat memandangmu dari jauh
Pagi,, siang,, malam,,
Wajahmu selalu menghiasi benakku
Membuat rasa sukaku padamu bersemi di dalam hati

            Hei, tampan
            Tahukah kau, bahwa
            Aku sangat bahagia bisa berbicara dengamu
            Seakan-akan pelangi selalu menghiasi hariku
            Kau membuatku semakin mencintaimu

Oh, tampan
Tahukah kau, bahwa
Aku adalah
Penggemar rahasiamu
Yang mencitaimu sepenuh hatiku

SELESAI

                                                                                      By: Langit

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pengagum Rahasia


            Hei, tampan
            Kau semakin tampan pagi ini
            Sehingga matahari merasa malu
            Ketika melihatmu..

Hei, tampan
Aku sangat senang
Walau hanya dapat memandangmu dari jauh
Pagi,, siang,, malam,,
Wajahmu selalu menghiasi benakku
Membuat rasa sukaku padamu bersemi di dalam hati

            Hei, tampan
            Tahukah kau, bahwa
            Aku sangat bahagia bisa berbicara dengamu
            Seakan-akan pelangi selalu menghiasi hariku
            Kau membuatku semakin mencintaimu

Oh, tampan
Tahukah kau, bahwa
Aku adalah
Penggemar rahasiamu
Yang mencitaimu sepenuh hatiku

SELESAI

                                                                                      By: Langit

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Always I Love You


Aku menyukainya. Seseorang yang selalu hadir dalam otakku dan menghiasi hari-hariku. Dia terlalu menyilaukan bagiku. Hari ini pun dia tampak menyilaukan hingga aku tak tahan memandanginya. Tetapi aku akan tetap memandanginya karena aku jatuh cinta padanya.
            “hei, dengar deh!” panggil seorang cowok membangunkanku dari lamunanku.
            “eh..eh.. iya, ada apa?” Sahutku pada cowok itu mengira dia berbicara padaku.
            “haah.. Bukan kamu. Aku ngomong sama Trisna, bukan kamu.” Jawab cowok itu sambil memandang remeh ke arahku.
            “oh, maaf.” Haah.. Lagi-lagi aku memalukan diriku sendiri lagi. Aku terlalu GR mengira mereka cowok itu ngomong sama aku. Ini ditambah lagi ada Trisna cowok yang aku sukai, melihat tindakanku yang memalukan.
            “Selamat lagi, Nisya.” Sapa Trisna tersenyum lembut
            “eh,, Pa…pagi..” Akh, kenapa aku gugup. Padahal itukan sapaan dari Trisna. Ukh, memalukan sekali. Tapi apa benar, tadi Trisna menyapaku? Atau itu tadi hanya imajinasiku saja.
            “selamat pagi, anak-anak. Kembali ke tempat duduk masing-masing. Kita mulai pelajaran hari ini.” Kata pak guru memulai pelajaran.

            Trisnanta Setiawan cowok yang sangat popular di kelasku. Semua anak sekelasku sangat senang berteman dengannya karena dia baik, ramah, humoris, dan easy going. Aku telah menyukainya sejak kelas satu SMA atau tepatnya saat dia menolongku dari kakak kelas yang menggangguku saat MOS. Dia satu-satunya orang yang pernah menyapaku yang selalu luput dari perhatian orang. Sekarang dia duduk di sebelahku, tapi walaupun begitu aku tidak pernah bisa mengobrol dengannya. Karena saking takut dan malunya, aku sampai tak bisa menyapanya.
            Tapi kenapa ya? Aku selalu merasa Trisna memperhatikanku. Apa itu hanya perasaanku saja? Atau aku terlalu GR? Coba aku lirik saja. Lho, benarkan. Dia memandang ke arahku. Dia memperhatikanku. Apa ada yang aneh dengan diriku?
            “Hei, Nisya. Ada tulisan apa ditangan kananmu itu?” Tanya Trisna tiba-tiba mengagetkanku.
            “eh,, ah.. ini..”
Belum sempat menjawab, pak guru sudah berkata, “ Trisna, jangan mengobrol saat pelajaran.” Sambil memukul kepala Trisna dengan buku. Semua anak sekelas tertawa melihat gaya Trisna yang terkena amarah pak guru.
            “iya,, maaf pak.” Sahut Trisna cengengesan. Pak guru meninggalkan tempat Trisna melangjutkan pelajaran.
            “hehe.. itu daftar belanjaan ya?” Tanya Trisna lagi padaku sambil berbisik pelan. Dia menunjuk tangan kananku yang memang terdapat tulisan daftar belanjaanku. “Nisya, kamu orangnya lucu juga ya?”
            “ah, tidak.” Untuk pertama kalinya kami bicara. Apa semua ini mimpi? Rasannya bahagia sekali. Jika ini mimpi, rasanya aku nggak ingin bangun lagi. Meski catatan di tangan ini terlihat bodoh, tapi dari catatan tangan kanan ini aku jadi bisa berbicara dengan Trisna.

            Hari ini Trisna juga terlihat semakin tampan dan menyilaukan. Tapi apa yang dilakukannya sedari tadi ya? Kok tampak sibuk sekali. Ah, sudahlah. Aku harus konsentrasi pada pelajaran. Tapi aku penasaran sekali dengannya. Lirik sebantar saja deh.
            Lho, apa itu? Ditangan Trisna ada tulisan ‘Hari ini pelajarannya membosankan ya. Bikin ngantuk.’ Apa maksud dari tulisan itu? Apa tulisan itu buatku?
            “Trisna, tangan kirimu?” tegurku dengan suara keras.
            “ya, Nisya? Ada pertanyaan?” Tanya pak guru yang tidak suka diganggu saat menjelaskan.
            “ah.. tidak ada apa-apa pak.” Balasku langsung menunduk malu. Pak guru melanjutkan pelajarannya lagi.
            Aku melirik ke arah Trisna lagi. Ditangannya sudah ada tulisan, ‘jangan ngobrol saat pelajaran.’ Aku terkejut melihat tulisan di tangan Trisna.
            Aku pun segera menulis di tangan kananku. ‘kenapa kau menulis di tangan mu?’
            ‘lebih aman dibanding tulis di kertas atau ngobrol langung’ balas Trisna di tangannya.
            ‘nggak juga kok. Tapi kenapa kamu menunjukkannya padaku?’
            ‘karena aku pengen ngobrol denganmu.’ aku tersenyum malu membaca tulisan Trisna.
            ‘bohong’
            ‘serius kok. Mulai sekarang kita ngobrol dengan tangan ya?’ Trisna terssenyum lembut padaku sambil menunjukkan tulisan tangannya. Aku terkejut tetapi juga senang membaca balasan dari Trisna. Aku kira kamu tidak akan pernah berkomunikasi. Tapi dengan tulisan di tangan, kami jadi bisa berkomunikasi.

            Sekarang adalah waktunya pelajaran seni. Untungnya hari ini jadwalnya seni rupa. Aku sangat suka sekali melukis dan hari ini aku memang sangat ingin menggambar. Karena kejadian saat pelajaran tadi. Akhirnya aku bisa berkomunikasi dengan Trisna. Benar-benar hari yang sangat istimewa.
            “kenapa kamu tertawa? Bolehkah aku menggambar di sebelahmu. Kebetulan aku banyak waktu.” Kata Trisna dari belakangku. Aku terkejut melihat Trisna yang sudah di belakangku.
            “apa. Ah” aku ingin pergi dari sini karena tidak mau Trisna merasa bosan padaku yang memang tidak pintar bicara. Sebenarnya aku masih ingin disebelahnya, tapi aku terlalu takut dan malu untuk berada di samping Trisna.
            Saat aku ingin pergi dari samping Trisna, Trisna menahan tanganku dan berkata, “kenapa kamu mau pergi. Duduk di sini aja dan  temani aku.” Akhirnya aku kembali duduk di samping Trisna. Dia meminjam buku sketch ku dan melihat hasil gambarku tadi.
            “wah, kau pintar menggambar ya? Kau lebih pintar menggambar dari pada bicara ya?” sahut Trisna memandang gambarku takjub.
            “tidak juga kok. Tapi aku memang sangat membosankan kalau diajak bicara.” Aku menyesal mendengar jawaban yang keluar dari mulutku. Kenapa aku harus bicara seperti itu. Padahal sudah ada kesempatan bicara dengan Trisna, tapi aku malah merusak suasananya. Dasar bodoh.
            “apa maksudnya kamu bicara begitu?” tanya Trisna sambil mencoret pipiku dengan cat air.
            “ap..apa yang kau lakukan Trisna?”
            “jangan pernah bilang kau membosankan. Orang yang bilang kau membosankan harus diberi pelajaran. Aku memang belum tahu banyak tentang Nisya. Tapi aku yakin kamu pasti orang baik dan tak membosankan. Kamu tadi bilang dirimu membosankan makanya kamu harus diberi pelajaran. Aku akan mencoret mukamu sebagai pelajaran untuk jangan pernah bilang seperti itu lagi. Sini aku harus coret kamu.” Jelas Trisna sambil berusaha mencoret wajahku lagi. Tapi aku berusaha menghindar dari coretan Trisna. Dia tetap berusaha untuk mencoret mukaku sambil tertawa senang. Sehingga aku terbawa suasana yang membuatku bahagia.
            “jangan, ah. Aku geli tahu. Cukup. Hahaha.” Sahutku tertawa bahagia.
            “ternyata kalau kamu tertawa manis ya. Tawamu sangat manis sekali, Nisya. Mulai hari ini kamu harus lebih sering tertawa.” Ujar Trisna tulus.
            Ahh.. bagaimana ini? Aku sangat senang sekali. Aku juga malu mendengar perkataan Trisna. Rasanya aku ingin lari saking malunya. Tapi aku juga ingin selalu ada disamping Trisna. Eh, Trisna ingin menyentuhku. Bagaimana ini?
            “Trisna? Kenapa kamu ada disini. Kenapa kamu bersama Nisya?” Tanya Farid teman Trisna yang datang bersama Kevin yang juga teman Trisna. Kedatangan Farid dan Kevin menghentikan tangan Trisna yang ingin menyentuhku. Aku juga terkejut dengan kedatangan ke dua sahabat Trisna tersebut.
            “lho, kenapa dengan mukanya Nisya? Kok ada coretan. Disini juga banyak  alat tulis yang berantakan.” Ujar Kevin yang memandang aneh ke arah Nisya.
            “ditangan Nisya juga banyak tulisan. Kau selalu nulis ditangan ya, Nisya? Nggak ngerti deh, selera cewek aneh.” Sahut Farid lagi yang juga memandang aneh pada Nisya.     
            “hei, kalian..”
            Belum selesai Trisna bicara, Kevin sudah berkata, “jangan-jangan Nisya suka sama Trisna ya?”
            Semua perkataan Farid dan Kevin sangat menyakitkan. Terasa menamparku dan memang kenyataannya seperti itu. Aku hanya bisa menunduk menahan malu dan sedih.
            “kalian keterlaluan. Kalian sudah mengolok-ngolok Nisya.” Bela Trisna yang marah karena perkataan ke dua temannya. Dia bersiap ingin memukul ke dua temannya.
            “hentikan.” Teriakku pada Trisna. Aku tak ingin Trisna bertengkar dengan ke dua temannya dan membuatnya malu karena aku.
            “bukan. Kalian salah. Aku tak pernah suka pada Trisna.” Sahutku yang langsung berlari meninggalkan Trisna dan kawan-kawannya. Aku menangis pedih karena perkataanku sendiri yang membohongi hatiku.

            Sejak peristiwa saat pelajaran seni lukis, aku tidak pernah berkomunikasi dengan Trisna lagi. Sudah tidak ada pesan di tangan Trisna maupun di tanganku. Tetapi aku sering melirik ke arah Trisna. Walaupun begitu aku segera menghentikan perbuatanku karena teringat kembali kejadian dan ucapanku pada Trisna pada saat peristiwa kemarin. Aku memang bodoh. Padahal sebenarnya aku sangat mencintai Trisna. Dari dulu hingga sekarang. Tapi aku tak pernah berani mengatakannya.
            Aku jadi sedih mengingat semua kejadian yang lalu. Aku tanpa sadar menangis pelan sambil menunduk ke bawah agar tidak diketahui orang lain. Karena saking lelahnya akibat tadi malam tidak tidur memikirkan peristiwa kemarin, aku tertidur saat pelajaran. Saat aku tidur, aku bermimpi Trisna menggambar sesuatu di kulitku. Itu semua terasa sangat nyata. Tetapi apa yang digambar Trisna? aku segera terbangun dan mendapati jari manis tangan kananku sudah ada gambar bentuk cincin. Aku merasa tajub dan tak percaya.
            “bohong.” Aku menatap ke arah Trisna.
            “aku tidak bohong. Itu kenyataan.” Sahut Trisna tersipu malu.
            “minami jangan ngobrol saat pelajaran.” Teriak guru memperingatkan Trisna yang bicaranya memang lumayan keras. Akhirnya Trisna menulis sesuatu di tangannya.
            ‘bukan bohong kok. Aku memang selalu penasaraan denganmu. Sejak melihat tulisan di tangan kananmu. Bukan, tetapi sejak dulu aku selalu penasaran denganmu. Aku senang sekali, akhirnya bisa bicara denganmu. Sudah sejak lama aku menyukaimu bahkan telah tumbuh jadi mencintaimu.’
            Aku terkejut membaca tulisan di tangan Trisna. Karena saking bahagianya, tanpa sadar aku menangis dan berkata dengan suara keras sambil berdiri, “bukan. Aku suka Trisna. Aku selalu mengagumimu. Selalu dan selalu. Sejak dulu.”
            Semua orang terkejut mendengar pengakuan cintaku. Termasuk Trisna tidak percaya dengan keberanianku. Pak guru pun sampai menghentikan mencatatnya. Semua orang langsung ribut karena pengakuan cintaku.
            “eh, ada apa?”
            “apa yang dikatakan Nisya tadi?”
            “tadi Nisya bilang, dia suka pada Trisna.”
            Trisna tertawa bahagia mendengar pengakuanku. Dia segera menarik aku keluar sebelum semua orang tambah ribut. Semua orang terpana melihat perlakuan Trisna. Pak guru pun memanggil Trisna dengan marah menyuruh kami kembali. Tapi Trisna terus membawaku pergi. Aku hanya bisa mengikutinya dari belakang.
Kami sampai di tempat kami menggambar kemarin. Aku duduk bersandar pada dada Trisna, sementara Trisna memelukku. Aku menggenggam tangan Trisna serasa tak mau dilepaskan. Aku sangat bahagia karena bisa berada di dekat Trisna.
“ah, eh. Trisna Aku sangat bahagia. Akhirnya aku bisa menyentuhmu. Selama ini aku merasa kau sangat baik dan manis. Aku merasa kamu bisa mencintaiku dengan tulus. Aku sangat mencintaimu sepenuh jiwaku.” Ucapku pada Trisna.
“aku juga sangat mencintaimu sejak dulu. Kamu satu-satunya wanita yang bisa membuat ku nyaman dan berdebar tak karuan. Aku benar-benar sangat mencintaimu.” Sahut Trisna tulus. Trisna mencium dahiku dengan lembut. Membuat perasaanku nyaman dan sangat bahagia. Akhirnya aku bisa bersanding dengan pangeran impianku.

                                                SELESAI

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS